Jumat, 29 Maret 2013

Aku untuk Kalian

Aku untuk Kalian
Aku adalah seorang manusia yang dilahirkan oleh dua insang dalam suatu hubungan yang sakral, mereka menyatukan cinta sehingga ku bisa menjadi bagian dari sejarah manusia. Masa kecilku adalah masa yang paling indah yang pernah ku miliki, kedua orang tuaku sangat merawat dan memperhatikanku. Mereka begitu peduli dan sayang padaku. Saat mau makan, ia menyuapiku. Mau mandi, ia membuat air hangat untukku hingga aku tak merasa dingin. Tidur, ia membacakan sepucuk dongen, setiap suaranya yang merdu membuatku terlelap.
Begitu indahnya masa itu. Namun seiring berjalannya waktu, kasih sayang dulu kini telah mulai luntur, memudar oleh zaman. Semua terjadi karena ikatan cinta kedua orang tuaku juga mulai longgar, tiada hari tak kulihat mereka bertengkar. Masalah sepele saja bisa menjadi masalah luar biasa besar bagi mereka. Aku sangat kesal dengan semua ini karena yang menjadi korban adalah aku, anak tunggal dari mereka. Mereka tak lagi memperhatikan dan peduli padaku, semuanya sibuk dengan pekerjaan dan pertengkaran mereka.
Suatu malam kami mulai bersiap untuk makan malam, tapi tiba-tiba ada telepon yang harus memaksa ayah kembali ke kantor, mungkin ada urusan yang sangat penting. Tapi, saat itu ibu tidak terima dan ia berkata “kamu itu pekerjaan saja yang dipikirkan, kamu tak peduli lagi dengan keluargamu di sini”, perkataan ibu itu membuat pertengkaran hebat di antara mereka. Akibatnya kami tidak jadi makan malam, ayah ke kantor dan ibu lansung lari ke kamar sedangkan aku ketakutan dan bersembunyi di dalam kamarku. Hal itu membuat aku sangat kelaparan.
Masih banyak lagi pertengkaran hebat kedua orang tuaku. Akibatnya aku berencana untuk membuat mereka kembali bersanding dalam satu cinta yang utuh. Meski begitu, sepertinya sangat sulit untuk melakukan hal tersebut tapi aku percaya bahwa cinta akan bisa bersatu kembali. Ku putuskan pada suatu pagi untuk sekedar menikmati indahnya dunia luar tanpa harus melihat kedua orang tuaku terus dalam keadaan peperangan. Tanpa rencana yang pasti aku melihat sebuah kue tar yang terlihat sangat lezat, hal itu memikat perhatianku dan tiba-tiba sebuah ide keluar dari pikiranku. Aku berfikir untuk membuat sebuah acara kecil untuk bisa membuat orang tuaku tak bertengkar lagi.
Ku tatap kue itu, namun ternyata harganya tak sebanding dengan isi kantongku saat ini. Aku berniat untuk meminta sedikit uang tambahan kepada orang tuaku namun sepertinya ini bukan waktu yang tepat untuk melakukan itu. Lalu aku terus berfikir ribuan cara untuk mendapatkan uang agar bisa membeli kue itu, berhenti sejenak, sepertinya meminta uang kepada orang tua itu tidak masalah. Biar tidak ketahuan lebih baik aku berikan alasan lain. Saat ku mulai meminta, mereka malah sangat marah padaku padahal aku belum memberikan alasannya. Aku sungguh pusing dengan keluarga ini, hampir membuat aku putus asa.
Kembali aku keluar rumah. Di luar aku singgah di sebuah toko, tak terkira aku melihat setumpuk uang tergeletak rapi di atas meja, tanpa pikir panjang aku mencoba untuk mengambil uang itu karena aku pikir ini adalah salah satu jalan yang bisa aku tempuh untuk membeli kue itu sehingga bisa mempersatukan cinta orang tuaku lagi. Ku ambil dengan pelan dan hati-hati. Aku sedikit berkeringat, aku sangat takut, jantungku seperti ada sebuah gencatan senjata. Tanpa lama-lama lagi, akhirnya ku ambil juga uang itu, ku bawa dengan lari dan sepertinya tak ada yang sadar bahwa aku telah mengambil uang yang entah siapa yang punya.
Setelah melakukan aksi yang sangat  buruk itu, kemudian aku pergi membeli kue dan mempersiapkan beberapa bahan untuk acara nanti malam. Sekitar pukul 15.00, sebuah ketukan pintu terdengar dengan kencang, orang tuaku kemudian bergegas membuka pintu dan ternyata itu adalah polisi yang mencari aku karena telah melakukan pencurian. Aku menatap wajah orang tuaku dan mereka terlihat sangat geram. Polisi kemudian membawa aku dan orang tuaku pun ikut denganku. Di kantor polisi, ayah dan ibu sangat memohon untuk melepaskanku, mereka juga malah berjanji untuk lebih tegas padaku. Karena aku masih di bawah umur dan sedikit ada uang yang dikeluarkan ayahku untuk menggantikan uang yang aku curi akhirnya aku dilepaskan dan dapat kembali pulang ke rumah.
Saat di rumah, ayah dan ibu mulai melakukan aksinya. Ayah melempar aku dan membuat aku terjatuh, ia terus memukulku sambil ibu ikut menggertak padaku. Mereka sungguh marah dan menjadi sangat kejam padaku. Aku menangis dan kemudian aku teriak dan menjelaskan alasan kenapa aku melakukan tindak kejahatan itu.
“Pa, ma, aku melakukan ini bukan untuk senang-senang, bukan untuk sebuah kesenangan belaka, aku melakukan ini dengan satu tujuan yaitu agar bisa melihat kalian bersatu lagi, aku mencoba untuk membeli sebuah kue (sembari mengambil kue yang aku maksud), kue untuk acara kecil malam ini. Aku pernah minta uang sama kalian, tapi apa yang kalian lakukan? Kalian malah membentak aku jadi dengan terpaksa dan aku pikir ini adalah salah satu jalan yang bisa aku lakukan. Tidakkah kau tahu? Aku sangat tersiksa melihat setiap hari kalian dalam keributan, melihat kalian tak peduli lagi padaku. Aku masih butuh kasih sayang dari kalian. Aku ingin keluarga yang utuh dan bahagia” kataku sambil terus mengeluarkan air mata.
Mendengar penjelasan yang ku tuturkan, mereka terteguk dan begitu menyesal atas perbuatan mereka selama ini. Mereka menangis dan kemudian memeluk aku. Dalam hati aku berbisik bahwa saat seperti inilah yang aku tunggu selama ini. Aku berharap ini bukan yang menjadi terakhir tapi ini menjadi awal dari kebahagian dalam keluargaku.


Related Story for Cerpen ,Fiksi ,Keluarga

Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih telah menyempatkan diri untuk membaca artikel di atas. Sekarang waktunya untuk memberikan komentar, saran, kritik atau masukan demi karya yang lebih baik lagi. Buat kalian yang tidak memiliki akun google, bisa diganti dengan NAME/URL