Selasa, 25 Februari 2014

Sembilan Sembilan Kosong - Antologi Cerpen

JUSTANG ZEALOTOUS. Sekali lagi, ini sebuah pencapaian besar dalam dunia kepenulisan yang telah kugeluti. Setelah mengikuti sebuah event #CerpenDuetUnsa yang diadakan oleh Unsa Community dan bekerja sama dengan Penerbit DIVA Press (de Teens). Rupanya cerpen duetku yang digarap bersama Ratna Shun Yzc masuk dalam daftar cerpen terpilih untuk dibukukan.

Perjuangan yang kami lalui memang tak mudah. Awal melihat lomba itu saja, aku mulai kebingungan karena salah satu syaratnya harus berduet dengan seorang wanita, artinya cewek dengan cowok. Wajib. Sementara itu, aku tak yakin bakal ada yang mengajakku untuk menjadi teman duet. Kalau soal tampan, bisalah :) tapi aku masih pemula. Cara menulisku pun belum sejago orang-orang yang memang telah profesional.

Tapi, tiba-tiba saat pagi menyambut. Aku mencoba membuka facebook-ku dan rupanya ada pesan masuk di dalam inbox dan datang dari Mbak Ratna. Dia mengajakku berduet di event ini. Katanya, sih, dia telah berusaha mencari teman duet cowok lainnya tapi tak ketemu dan dia pun mengajakku. Awalnya agak ragu tapi aku terima dengan senang hati. Ini adalah kesempatan besar bagiku bisa berduet dengan orang yang sebenarnya lebih hebat dariku.

Setelah berdiskusi, akhirnya cerpen kami yang berjudul "Mr. Jones dan Princess Kos-kosan" selesai. Sebuah cerita romance-komedi tentang kehidupan remaja masa kini. Cerita yang unik, romantis, lucu, tapi juga akan menimbulkan kesan yang bikin kalian mimpi indah. Penasaran dengan kisahnya? Dapatkan juga cerita-cerita yang lebih menarik lainnya, sebuah kisah yang penuh haru dan kesan yang indah. Silahkan beli SEMBILAN SEMBILAN KOSONG di toko buku Gramedia seluruh nusantara.

Sembilan Sembilan Kosong
Harga: Rp 40.000

Penerbit: de Teens (Penerbit DIVA Press)

Sinopsis:

“Teman-teman semua..., kini tiba saatnya saya sebutkan sebuah nomor untuk undian terakhir, dengan hadiah berupa satu unit tablet PC. Sudah siap?” ujar si MC. “Dan... nomor undian yang beruntung adalah sembilan sembilan kosong!”
“Nomormu berapa, Ren?”
“Ini, bener nggak, ya? Tadinya sih, aku ngelihatnya kosong enam enam. Tapi kalau diputer gini, jadi sembilan sembilan kosong.”
“Ya udah, maju aja, Ren!”
Namun, ada seorang mahasiswa yang juga naik ke panggung.
“Lho, jadi ada dua orang yang mendapatkan nomor undian sembilan sembilan kosong?”

Romantisme itu bisa saja berawal dari sebuah nomor undian, mengalir jadi cerita cinta yang unik, lalu berakhir dengan manis. Sejumlah cerita pendek yang ditulis secara berpasangan menjadi harmonisasi sangat solid. Mari nikmati setiap chemistry-nya di sini….


mau pesan secara online? silahkan ~> http://divapress-online.com/product/view/2700/sembilan_sembilan_kosong__teka_teki_untuk_cinta_ki.html

Senin, 17 Februari 2014

Antara Kita dan Hujan - Antologi Cerpen

Alhamdulillah...

Sekali lagi, sebuah cerpen duet bersama Dia Garaa Andromeda (nama pena mbak Widi Astuti) berhasil lolos dalam event duet yang diadakan oleh AE Publishing dalam sebuah antologi "Antara Kita dan Hujan".

Sebuah cerpen yang kami angkat berjudul "Porselen Hujan" ini bercerita tentang makna hujan itu sebenarnya bukanlah sebuah bentuk kesedihan tapi sebuah anugerah yang indah yang diciptakan oleh Yang Maha Pencipta. Hal yang hebat lagi adalah cerpen kami menjadi sinopsis buku ini dan nama jadi penulis di cover. Kereeeenn! :D

Penasaran dengan cerpen kami? Ayo segera pesan dan dapatkan juga beberapa cerpen tentang hujan lainnya di antologi ini.

Antara Kita dan Hujan - Antologi Cerpen

HARI INI AKAN DIBUKA PO UNTUK BUKU "ANTARA KITA DAN HUJAN" EVENT DUET.
PO mulai malam ini sampai 28 Februari.

Judul : Antara Kita dan Hujan
Pengarang : Justang, Dia Gaara Andromeda, dan ECA Lovers
Ukuran : 14 x 20 cm
Tebal : vi + 124 hlm
Harga : 33.000
Po : 29.700
Kontributor : 27.000

Ketik: HUJAN# NAMA LENGKAP # ALAMAT LENGKAP # JUMLAH # NO TELP
Kirim ke : 082333535560/08991021140

Untuk kontributor, tambahkan #JUDUL KARYA
Nanti Anda akan mendapatkan SMS No.Rek dan jumlah yang harus dibayarkan.

SINOPSIS :
Ketika sampai, hujan masih menderas dengan ganas, belum mau berhenti. Dengan tergesa, aku tergopoh-gopoh memasuki pintu café. Café dengan ciri yang diceritakan Sarah. Namun, tak ada sesiapa di dalam. Suasana café juga begitu senyap dan renggang oleh pengunjung. Satu patung porselen dipasang di depan toko dengan anggun oleh seorang pelayan. Aku sejenak menghentikan langkah, entahlah, gelagat yang dilakukannya sungguh buatku tertarik.
Aku mendekati seraya memperhatikan patung porselen yang ditaruhnya itu. Ya, patung-patung porselen itulah yang sepertinya menjadi daya tarik café ini di mata pengunjung. Patung-patung yang kesemuanya adalah wajah seorang wanita yang sedang dihujani air mata. Wajah yang sendu, namun enak dipandang.
“Patung baru, Mbak?”
Sang pelayan mengangguk. “Baru saja diterima hari ini. Cantik, ya? Wajahnya seperti asli, namun menyimpan sejuta keresahan,” jawabnya sembari mengelap-elap patung itu dengan hati-hati.
“Boleh tidak aku beli patung itu? Entah mengapa aku suka saja,” aku berpikir hendak membelikannya untuk Sarah.
Pelayan itu tiba-tiba menggusar. Dengan sinis, ia akhirnya menjawab, “Semua patung porselen di sini tidak dijual. Patung-patung ini adalah jelmaan sang hujan yang meminta takdirnya. Takdir agar tidak menangis di bawah hujan lagi. Takdir yang seyogyanya dikoyak, karena hujan seharusnya bentuk anugerah. Bukan sesuatu yang menimbulkan kesedihan,”

Yang mau pesan sekaligus nyumbang 1000-2000 rupiah juga boleh.
Setiap pembelian 1 buku ini, maka Anda ikut menyumbang 1 masker untuk para korban Letusan Gunung Kelud.

Terima kasih.  

Jumat, 14 Februari 2014

Takdir Tuhan itu Selalu Indah

Takdir Tuhan itu Selalu Indah



Hanya sebuah lika-liku kehidupan
Saat mentari mulai redup dan purnama seakan tak merekah lebar
Setiap manusia pernah mengalami posisi yang mana hati tergoncang kuat, ketika asa-asa itu hanya jadi harapan semata. Ketika lelah, letih, dan jemunya jiwa menggerogoti.

Hanya sebuah penyedap, perasa, atau apalah
Deretan pedih yang tercipta di setiap perjalanan kehidupan itu tak ayalnya sebuah pelengkap. Jeritan, pekikan, tangis, hanya bumbu.

Taman akan tampak membosakan ketika hanya berisi bunga yang melingkupinya, tanpa pengusik layaknya kumbang atau kupu-kupu. Laut akan sepi jika hanya kumpulan air asin atau ombak menggulung, tanpa karang atau makhluk pengusik lainnya.

Hidup pun seperti itu, masalah hanya bumbu kehidupan dari sekian juta pengusik hidup. Akan sangat menjemukan jika tanpa masalah, tanpa beban hidup. Tak ada warna di setiap sisi jika hanya berisi kebahagiaan dan kemudahan.

Tapi...
Dari masalah itu kita menemukan indahnya kehidupan, saat di mana kita akan sadar bahwa dunia itu bukan milik kita.

Saat masalah datang...
Hadapi, nikmati, dan bersabar karena aku yakin, "TAKDIR TUHAN itu SELALU INDAH"

Justang Zealotous
(self-motivator)

Selasa, 11 Februari 2014

Lomba Menulis Cerita Gokil Anti Mainstream di Sekolah

Cerita Gokil Anti Mainstream di Sekolah
Halo, penulis kece!
Buat yang lagi haus akan tantangan, MedPress Fiksi ngadain event seru yang dikasih judul..
*drum roll*
“CERITA GOKIL ANTI-MAINSTREAM DI SEKOLAH”
Yes! Sesuai judulnya, kamu harus tulis cerita paling gokil, paling hacep, paling anti-mainstream yang pernah kamu alami di sekolah. Sekolah, berarti dari TK sampai SMA. Salah ngibarin bendera klub bola kesayangan waktu upacara bendera? Boleh ditulis. Niat ngumpulin jawaban ulangan malah ketuker sama surat cinta? Silakan ditulis. Naksir sama kakak kelas, tapi ternyata doi gay? Ayok ditulis. Pokoknya harus lucu selucu-lucunya!
Nggak tanggung-tanggung, bakal ada 30 pemenang! Semua karya terpilih bakal dibukukan dan diterbitkan oleh–tentu aja–penerbit paling kece sedunia-akherat, Media Pressindo! Uoh!
Gimana? Udah nggak sabar?
Simak persyaratan umumnya:
-          Peserta berusia 14 – 25 tahun.
-          Cerita belum pernah dipublikasikan di media mana pun, baik cetak maupun online.
-          Harus murni cerita sendiri, bukan hasil copy-paste cerita lain.
-          Wajib follow @MedpressFiksi.
-          Lomba diselenggarakan tanggal 10 Februari – 28 Februari 2014.
-          Pengumuman pemenang tanggal 30 April 2014 di temlen @MedpressFiksi.
Persyaratan khusus:
-          Panjang tulisan 3-4 halaman A4 (font: Times New Roman 12 point, 1½ Spasi, margin default).
-          Cerita harus bikin ngakak, tapi nggak boleh garing!
-          Cerita boleh fiktif, tapi sebaiknya tetap berdasarkan kisah nyata. Nama-nama tokoh boleh disamarkan, tapi boleh juga tetep pake nama asli.
-          Boleh kirim lebih dari satu cerita, tapi cerita yang terpilih hanya satu.
-          Kirim tulisan ke e-mail medpress.fiksi@gmail.com dengan attachment(bukan di badan e-mail) dengan subyek: #CeritaAntiMainstream.
-          Sertakan foto terbaru (berwarna, resolusi besar), biodata lengkap, dan biografi singkat berbentuk narasi (maksimal 3 kalimat).
-          Setelah kirim cerita, harus twit minimal sekali dengan format: “Lomba #GokilAntiMainstream @MedPressFiksi seru banget! Bertabur hadiah!”Bagus lagi kalo ngetwit setiap hari sampai waktunya pengumuman. :)
Hadiah:
Juara 1
-          Uang sebesar Rp500.000,-.
-          1 eksemplar bukti terbit.
-          Paket buku dari penerbit Media Pressindo.
-          Voucher pulsa sebesar Rp50.000,-.
Juara 2
-          Uang sebesar Rp300.000,-.
-          1 eksemplar bukti terbit.
-          Paket buku dari penerbit Media Pressindo.
-          Voucher pulsa sebesar Rp50.000,-.
Juara 3
-          Uang sebesar Rp150.000,-
-          1 eksemplar bukti terbit.
-          Paket buku dari penerbit Media Pressindo.
-          Voucher pulsa sebesar Rp50.000,-.
27 penulis dengan cerita terpilih lainnya
-          1 eksemplar bukti terbit.
-          Paket buku dari penerbit Media Pressindo.
-          Voucher pulsa sebesar Rp50.000,-.
Catatan: Bagi para pemenang, tidak ada royalti. Hadiah sudah termasuk pembayaran naskah jika diterbitkan.
Sudah merasa tertantang? Bagus! Mulai nulis sekarang juga, dan kirimin cerita gokil kamu yang paling anti-mainstream!
#GokilAntiMainstream

Senin, 10 Februari 2014

Liburan Murah nan Eksotis di Pantai Tete, Tonra

Justang Zealotous

Terdengar suara ombak berdebur
Memecah kesunyian
Di tengah gulungan laut sang permata

Angin berdesir
Gerisik daun melambai
Kita datang disambut pasir membentang

Apa kabar laut biru yang menyatu langit?
Embuskan cinta pada setiap hamparanmu

08/02/2014

Setelah program 10 hari bersama teman-teman lainnya di Super Intensive Course, akhirnya untuk mengisi kekosongan hari. Aku dan teman lainnya mengunjungi pantai nan eksotis dan menyimpan jutaan keindahan di jauh mata memandang, Pantai Tete, Tonra, Watampone, Sulawesi Selatan.

Liburan murah nan eksotis di Pantai Tete, Tonra.


Siapin dulu, dong!!!

Liburan ini memang telah dipersiapkan seminggu sebelumnya. Yah, biar lebih matang dan sampai di tempat tujuan tanpa kendali. Hmhm, tentu saja hal yang dipersiapkan itu adalah transportasi (harus murah, ya!), makan, pakaian, jajan, koper, tatanan rambut, dan pastinya style :P.

Mempersiapkan semua itu memang tak semudah membalikkan kain pel, atau menekan tombol power AC. Butuh perencanaan super matang, sangat matang. Uang yang tak seberapa tapi orang yang mau beberangkat beberapa. Harus mikir keras biar tak ada yang kurang. Huhh, hubungan kontak dengan beberapa kenalan yang menyewakan mobil untuk keperluan jalan-jalan begini pun dilakukan. Setelah dapat, harga sewa cuma Rp 500.000,00. Mahal? Resiko! Mobil apa? Truk. Ya ampun, mobil truk aja sudah mahal, bagaimana naik bis, apalagi yang pake AC? Mimpi! Tapi, mobil truk ini tetap berkesan meski berangkat seakan digotong kayak kerbau, wkwkw :D

Transportasi ada. Makanan? Santai! Uang kita sisa Rp 200.000,00-an. Ya udah, pesan ayam goreng dan nasi dimasak sendiri. Kami punya partner hebat dalam masak nasi, hhehe. Jadi, soal makanan, sih, tak perlu khawatir.

Hurrah! Waktunya berangkat

Truk yang setia mengantar kami ke lokasi
Perjalanan menyita waktu hampir satu jam dari pusat kota tercinta, Watampone. Ngga jauh, kok. Tapi sempat buat beberapa teman mabuk mobil, alias muntah-muntah. Entahlah, mungkin karena di atas truk terasa diguncang, digoyang, diapa-lah. Perut juga ikut di-blender, kepala mumet, minta duit. Aduhh, untunglah aku bukan yang termasuk kelompok mabuk mobil itu, hehehe, cuma kepala sempat pening doang.

Eh, sudah sampai. Lari!

Sekitar Pantai Tete, Tonra. Menyejukkan dan tenang.
Wow, akhirnya setelah berperang melawan ganasnya perjalanan, rentetan makanan yang sempat keluar masuk, kami sampai jua di Pantai Tete. Pantai yang terkenal dengan nama Pasir Putih ini memang menyuguhkan pasir putih yang indah, birunya laut, dan ombak yang nakal penyejuk suasana. Biaya masuk, sih, kalau ngga salah, ya (soalnya bukan aku yang bayar -_-) cuma Rp 10.000/kendaraan.

Baru sampai, usai berbenah, dan melebarkan permadani nan bukan permata, alias karpet hijau di atas pasir (huhh, kayak camping). Semua sudah lari ke sana sini, menjemput ombak, atau pada sibuk menyapu pasir dengan jepret sana jepret sini. Huahaahah, seru! Tapi, belum ada yang berani nyemplung ke laut, sih.

Perahu yang mengantar ke pulau seberang
Destinasi pertama kita adalah "menyeberang ke pulau sebelah". Tak perlu khawatir, kita tak usah naik truk lagi untuk menjenguk pulau yang satu itu, cukup sewa perahu yang muat 8 orang dengan biaya Rp 50.000,00 pulang balik, pengalaman indah itu sudah bisa terlaksana. Murah, kan? Apalagi ngajak boyfriend/girlfriend, tambah yahut! Eh, ini juga saran buat kalian loh. Jadi, cari pasangan dulu, baru berangkat :P

Makan dulu biar tidak lapar, hehehe
Lapar? Makan dulu, yuk! Sebelum berenang, tugasnya mulut untuk ngisi perut. Heheh, ini wajib biar tidak kelelep sama kelaparan. Yummy! Setelah penuh, saatnya menjajaki laut luas itu. Menikmati pesona biru yang jernih di bawah cuaca yang sungguh bersahabat. Melukis, mengukir jutaan angan dan rasa di hamparan pasir putih yang luas. Memecah ombak dan bercengkerama dengan para binatang laut yang menawan. Oh, nikmatnya ciptaan Tuhan!

Kayuh, kayuh! Eh, berenanggg!
Upps, tenang buat kalian yang tak tahu berenang kayak aku. Cukup sewa ban dengan biaya Rp 5.000,00 langsung nikmat deh rasanya. Sambil nyelam minum air, eh, sambil nyemplung juga belajar berenang, wkwk. 

Musibah tak kenal tempat :(

Sabar! Sakitnya ngga parah, kok.
Hampir sore, eh, kemalaman. Beberapa dari kami, sih, sudah bergegas untuk kembali ke rumah masing-masing. Namun, rupanya, ada sebuah musibah yang tak pernah kami duga. Salah satu teman kami menginjak seseuatu hal yang sangat menyakitkan saat berenang di laut, entahlah, kata teman sih bulu babi. Aduh,, gawat bener, kan? Ya udah, terpaksa kita buru-buru pulang agar tidak terlambat menanganinya. Segera kita ke RS Tenriawaru. Memberikan pertolongan buatnya. Ah, cuma bengkak dan sudah tidak sakit, kok.

Justang Zealotous
Tetap keren menatap panorama pantai
Tetap menyenangkan, bukan?


Perjalan yang sangat menyenangkan, penuh dengan kesan yang begitu indah. Menikmati deburan ombak dan jernihnya laut Pantai Tete. Jalan-jalan yang murah tapi keren, meski ada sedikit musibah. Tapi, tak akan pernah mengurangi eksotisnya liburan kali ini. Mau? Datang aja!


Minggu, 09 Februari 2014

Menanti Damai: Peace on Palestine

Mereka telah lama hidup terkekang
Menuang nasib yang terbuang
Hingga tertinggal jauh membelakang
Dari zaman yang terus menyekang

Mereka telah menanti damai di hati
Hidup bebas dari porak poranda negeri
Hingga dengan kekuatan yang berani
Mereka berjuang sampai mati

Tapi, masihkah damai kan mereka capai?
Melihat jutaan manusia bejat terus menghujat
Memborbardir tulang-tulang yang malang
Melakukan aksi yang tak berbelaskasihan

Apakah Tuhan diam melihat mereka?
Tidak! Tuhan Maha Melihat
Lalu, mengapa mereka terus terasa tersiksa?
Dibantai dan dibunuh selayaknya hewan jalang

Ya, Tuhan selalu punya rencana hebat di balik itu

Karena Dia Maha Bijaksana

Sabtu, 08 Februari 2014

Elegi Istanaku - Antologi Cerpen

Syukurlah, sebuah cerita yang berjudul "Sesaat Pekan Gembira" tentang kisah masa kecilku bersama keluarga. Saat-saat paling mengharukan dan tak terlupakan saat itu. Selain itu, cerita yang berlatarkan kota tercintaku, Watampone, Sulawesi Selatan, ini pun akhirnya masuk dalam sebuah antologi "Elegi Istanaku".

Antologi cerpen ini adalah kumpulan cerpen yang berhasil lolos dalam sebuah event My Special Moment yang diselenggarakan pada sebuah grup FB "Pena Indhis". Meskipun tidak berhasil menyabet predikat seorang juara tapi dengan lolos dan masuk dalam buku ini bersama penulis lainnya, itu sudah sangat membanggakan.

Buat kalian yang ingin memesan buku ini, silahkan perhatikan di bawah:

Elegi Istanaku - Antologi Cerpen

Buku Antologi Cerpen Jilid 1 My Spesial Moment

Buku: Elegi Istanaku
Penulis: Mukhdariah Madjid, Fathorrozi, Addien Sjafar Qurnia, dkk
Diterbitkan oleh: Pena Indis
ISBN: 978-602-1334-00-3
Pemerhati Aksara: Nitha Ayesha
Tata Letak: Fandy Said
Desain Cover: Fandy Said
Ukuran buku: 14 X 20 cm
Tebal Buku : 191 Halaman
Harga: Rp. 42.000,- (Diskon 10 % untuk kontributor dan harga di luar Ongkir)

Pre Order: 7 s/d 15 Feb 2014
Kontak: Ukh Ria Mukhdariah

Cara Pemesanan:

SMS/WA ke No. Hp +6287837601181 (Ukh Nitha)
Atau melalui pesan fb ke akun penulis Ria Mukhdariah
Atau melalui pesan fb ke akun Pena Indis (https://facebook.com/pena.indhis)

Dengan format : Judul Buku_Nama_Alamat Lengkap_No HP_Jumlah Pemesanan
Atau via Toko Buku Pena Indis Online diwww.indhisbook.com

Sinopsis:

Kebahagiaan dan kesedihan datang silih berganti mewarnai kehidupan. Kebahagiaan merupakan karunia terindah dari-Nya yang wajib untuk selalu kita syukuri. Kesedihan merupakan wujud cinta-Nya agar kita semakin dekat kepada-Nya. Sungguh, tak ada yang sia-sia dari setiap detik yang Allah anugerahkan untuk kita. Karena akan selalu tersimpan mutiara hikmah yang tak ternilai harganya.

Semoga kisah-kisah yang terangkum dalam buku ini akan semakin mengokohkan kita dalam mengarungi kehidupan. Masalah yang datang, bukan untuk diratapi dan disesali, namun untuk dihadapi dan dinikmati, karena ia adalah guru terbaik kehidupan. Teruslah melangkah, jalani kehidupan ini dengan ikhlas dan syukur. Yakinlah, Allah pasti akan selalu memberikan yang terbaik untuk setiap hamba-Nya.

Kontributor:

Mukhdariah Madjid, Fathorrozi, Addien Sjafar Qurnia, Ir. Fan Mehmed, Anria Marini, Hasan El-Rasyid, Dwi Rahmawati, Adinda Campbell, Dewi Purwati, Jo Ono, Jay Wijayanti, Husna Syifa Ubaidillah, Ila Anriani, Justang,. Ghina Shafirah, Dewi Syafrina, Emil Sukmaindah, Eliza Charlina, Dela Oktadiani, Armiadi Asamat, Diannur Fajria, Kharida Faiza, Durie Dam Dam, A. Fitriyah, Imad Abdurrahman, Fanatika, Fs. Nurani, Dian Astrikosari, Khanza Aliffia SP, Eci Fe, Ema Nurini Eno Salsabil, Hastira Soekardi, Inueds Al Faqih, Dewi Susanti, Aziza Zuhroh Sya'bandiyah, Kans’ Zein Basry, dan Agie Prama.

Kamis, 06 Februari 2014

Flash Fiction: Anggukan

Anggukan
Oleh: Justang Zealotous

Beberapa hari terakhir ini, tempat kursus Bahasa Inggris yang kutempati menuntut ilmu itu mengadakan mentoring class khusus untuk memberikan dasar-dasar dalam Bahasa Inggris. Aku diberi amanah untuk menjadi salah satu mentor dari kelas itu.

Kelas hari itu berjalan seperti biasa, tampak siswa yang masih sibuk dengan aktivitas mereka sendiri. Mengorek-ngorek upil mereka tanpa sadar, menekan-nekan tombol HP, atau masih saja sibuk berdandan ala remaja masa kini.

Setelah ucapan pembuka kulontarkan dengan semangat yang menyerbu. Mereka mulai fokus dan menatap mataku tajam. Menghentikan aktivitas mereka dan kembali pada senjata kebanggaan, pulpen dan buku.
“Well, my beloved students. Today we’re going to study about ‘verb transitive’,” ucapku dengan tampan yang masih sejajar pada permukaan kulit.

Kumulai merangkai huruf-huruf itu dan membawanya ke atas papan tulis berwarna biru langit, mereka mulai memperhatikan tulisan non-cakar ayam dan memindahkannya ke dalam buku mereka.

Setelah kata-kata itu berderet dengan rapi di papan tulis. Aku pun menjelaskan materi per materi dengan gaya humor yang kubawakan. Menyisipkan komedi tanpa menutup penuh inti pelajaran. Mereka tersenyum lepas, sambil mengangguk-angguk seakan mengerti semua penjelasanku.

“Any question so far?” tanyaku mantap.

“Nothing, kak!” ucapnya lebih mantap lagi.

Aku senang karena tak sedikit pun penjelasanku yang terlewat dan bisa masuk ke dalam otak mereka dengan lancar.

“Baiklah, aku pikir ini sudah cukup. Sebelum kelas kita tutup. Aku akan memberikan kalian tugas dan dikumpul minggu depan,” ucapku masih tampak gagah.

Wajah mereka tampak terkejut seakan mendapat kabar buruk yang akan mematikan mereka.

“Aduh, mana aku tak ngerti lagi materinya,” bisik seorang siswa yang masih terdengar jelas di gendang telingaku.

Aku tertipu dengan anggukan pintar mereka. Rupanya siswa-siswa itu memiliki otak di luar kewajaran. Loading-nya membuatku harus mengulangi materi itu sekali lagi.

Lebih dari Cinta

Lebih dari Cinta
Oleh: Justang Zealotous

Sekian lama aku menanti hari yang tepat untuk mengatakan perasaanku yang terdalam. Mengungkapkan tentang aku tak bisa merangkul dunia ini sendirian. Aku butuh dirimu. Aku butuh tanganmu dikaitkan bersama tanganku. Kita bawa dunia ini untuk kita berdua. Biarkan aku bersamamu.
Aku telah mengenalmu lebih lama daripada aku mengenal bagaimana daun bergoyang mengikuti embusan angin. Aku telah mengenal seperti apa cinta yang kaugenggam selama ini. Tapi, tak pernah ada empedu dalam diriku yang membuatku harus mengungkapkannya. Aku terlalu takut kau tak bisa menerimaku dari segala kesederhanaan yang kumiliki. Aku hanya punya cinta.
Namun, aku yakin tak perlu ada waktu untuk memikirkan apakah kau mau atau tidak. Hal yang paling penting adalah aku telah mengungkapkan apa yang selama ini menjadi bom atom dalam hidupku. Sesuatu yang bisa saja membuatku hancur karena kebodohanku sendiri. Takut ditolak.
***
Suatu malam, aku berjalan sendirian menelusuri lorong gelap. Langit sedang mendung, udara dingin seakan mematuk kulitku. Aku berjalan sembari terus merangkul tubuhku dengan lengan panjang sweter yang kukenakan. Topi merah yang menutupi kepalaku sedikit mereda dingin yang mulai kelewatan.
Aku berjalan cepat, semakin cepat. Aku harus ke opera. Di sana, Reni sedang beraksi mempertunjukan tarian salsa yang telah lama dipelajarinya. Usai itu, aku akan mencoba mengungkapkan perasaanku padanya. Aku yakin ini adalah waktu yang tepat.
Beberapa meter sebelum tiba di opera. Beberapa mobil yang bernuansa elegan telah terparkir di area depan opera. Aku segera berlari sebelum opera benar-benar ditutup. Tepat, aku tak terlambat. Segera kuraih undangan yang kusisipkan di saku celanaku dan menyerahkan kepada lelaki dengan setelan jas warna hitam dan dasi kupu-kupu yang dari tadi membuka tutup pintu.
“FUAD ANDREA.” Lelaki itu membaca jelas namaku di kartu undangan yang telah kuberikan. Ia tampak heran, mungkin dia ingin memberitahukan sesuatu tapi seakan mendadak lupa. Dengan cuek, aku segera masuk ke dalam opera. Dia masih tampak bingung.
Saat di dalam, beberapa orang telah menduduki kursi-kursi di bagian depan. Terpaksa harus pasrah duduk di kursi hampir terbelakang, menyaksikan Reni dari sangat jauh. Rupanya acara telah dimulai setengahnya. Dia pun seperti kurcaci cantik yang bergerak-gerak dari tempat dudukku.
Saat acara puncak, kaki dan tangannya bergerak seirama dengan musik yang bertempo cepat. Tiba-tiba seorang lelaki bertopeng bulu ayam keluar dan menari bersamanya. Mereka berdansa dengan sangat serasi. Lelaki itu mengoyang-goyangkan tubuh Reni, memutar dan menjatuhkan, lalu menangkap dengan tangkapan yang tepat.
Semua penonton yang datang bertepuk tangan. Aku girang sendirian di belakang dengan terus meneriaki nama Reni. Kulihat, Reni tersenyum ke arahku. Aku seakan meleleh seketika. Lalu, tirai panjang berwarna merah pun ditarik turun bertanda acara telah selesai.
Aku segera berlari ke arah bawah, menuju belakang panggung. Namun, terlebih dahulu kuambil bunga mawar berwarna merah muda. Bunga itu akan kuberikan sebagai tanda keseriusanku untuk menyatakan perasaan yang selama ini tersembunyi di hati terdalam.
Dengan wajah cerah tersenyum merona, aku perlahan menarik pintu ruangan di belakang panggung itu. Jantungku mulai berdebar kencang. Apakah aku siap? Aku tak ingin memikirkan hal itu. Intinya adalah aku harus ungkapkan hari ini.
Saat pintu terbuka, kulihat dari belakang di ujung ruang punggung Reni, dia sedang menatap cermin sambil tersenyum lebar. Mungkin dia bahagia karena telah berhasil memberikan pertunjukan yang mengagumkan. Aku pun bangga padanya.
Beberapa langkah, aku berjalan perlahan mengendap-endap dari belakang. Sekonyong-konyong, gerak-gerik dan postur tubuh yang mirip sekali dengan lelaki yang berdansa bersama Reni sebelumnya, masih kuingat pada topeng bulu yang dikenakannya, menghentikan langkahku. Kemudian dia melepaskan topeng itu dan merentangkan tangan kanannya ke arah Reni. Reni meraihnya.
Dia segera mendekap Reni lebih erat. Sungguh sakit rasanya aku harus menatap itu. Kemudian sebuah kecupan dari bibir lelaki itu menyosor ke pipi Reni. Aku semakin hancur luluh. Karena kumampu mencintaimu lebih dari ini. Dengan air mata terjatuh membasahi pipiku. Aku berbalik arah dan berlari keluar dari ruangan itu.
“Fuad?” teriak Reni ketika sadar akan kehadiranku. Tapi, aku lebih cepat menghilang sebelum dia sadar betul bahwa aku telah hadir menyaksikan hal menyedihkan yang menimpaku.
Aku menyandarkan punggungku ke dinding. Sambil berpikir betapa bodohnya aku. Aku telah lama memberinya waktu untuk menungguku. Padahal aku yakin, dia pun pernah punya hati untukku. Aku terlalu banyak menyia-nyiakan waktu yang dia beri.
Kini, dia telah menjadi milik orang lain. Lelaki itu lebih dahulu menggeser posisiku di hatinya. Aku telah selesai, kisah percintaan yang tak pernah sampai telah tamat. Aku berlari menuju panggung. Aku berdansa sendirian.
“Hancur hatiku. Apakah kau bisa mendengarnya? Apakah aku harus teriak agar kau menoleh sekejap padaku dan berada dalam dekapanku?” teriakku mulai terlihat agak gila. Aku memang gila. Gila akan cinta yang tak bisa kuraih.
Beberapa menit, aku berdansa tak karuan di atas panggung sendirian. Tanpa penonton yang memenuhi kursi-kursi kosong di depanku. Tiba-tiba Reni datang bersama lelaki itu. Aku membuang muka.
“Fuad, apa yang kaulakukan?” tanya Reni kebingungan.
“Aku telah lama mencari tangga menuju ke hatimu. Tapi, aku lebih memilih menatap lantai karena tak mampu menatap matamu dan berkata bahwa aku mencintaimu. Kini, itu sudah terlambat dan itu tak penting lagi,” teriakku sesenggukan lebih gila.
Reni berlari ke atas panggung meninggalkan lelaki itu sendirian. Lantas dia segera merentangkan tangannya dan memelukku. Tak ‘kan pernah ada yang bisa kukatakan setelah dia merangkulku. Hanya ini yang aku pinta meski kau tak jadi milikku. Saat itu, kupejamkan mataku dan berharap setelah terbuka, kulihat cahaya bersinar itu lagi di wajahmu.
“Fuad, apa benar yang sebelumnya kaukatakan itu?” tanya Reni setelah melepaskan pelukan itu.
“Lupakan! Lelaki bodoh seperti aku tak pantas mengungkapkan hal itu padamu.”
Dia kemudian menarik tanganku dan menggenggamnya ke arah dada. “Fuad, tolong katakan sekali lagi kalau kau mencintaiku!”
“Ah, kau pikir aku buta dan tak bisa melihat tadi. Aku memang buta karena hanya dirimu yang bisa kulihat,” bantahku lebih dalam dan menghentakkan tangannya.
Dia menarik tanganku sekali lagi. Namun, kini kuhentakkan lebih keras hingga dia terjatuh. Aku kaget dan berniat untuk menolongnya. Sejurus kemudian, sebuah bongkahan tinju mengarah ke pipi kiriku. Rupanya tinju itu datang dari lelaki yang bersama Reni sebelumnya.
Lelaki itu kemudian menarik leher sweterku saat aku terbaring lemah di lantai. “Woi, lelaki pengecut. Jika kau memang mencintainya. Katakan!. Jangan melukainya!” umpatnya.
Emosiku langsung melambung tinggi. Api seakan membara di atas kepalaku. Darahku naik seketika. Aku menghempaskannya. Segera membalas tinjunya dengan luncuran kepalanku. Bibirnya membiru sebagaimana dia berhasil membuatku membiru. Aksi jotos pun terjadi di antara kami.
Reni yang masih duduk di lantai, berdiri dan segera berlari ke arah kami. Dia mencoba untuk melerai perkelahian kami. Dua tangannya dijulurkan di antara kami.
“Hentikan!” pekikknya kencang.
Refleks, aku dan lelaki itu menghentikan aksi kami. Kemudian, Reni berjalan menghampiriku dan memberiku tamparan yang keras yang mendadak.
“Fuad, aku tak mengerti maksudmu. Hentikan perkelahian ini. Aku tak peduli lagi dengan apa yang kau katakan sebelumnya,” bentak Reni dan segera menarik tangan lelaki itu dan mencoba pergi menjauh.
“Reni!” teriakku dan ia bergeming. “Maafkan aku! Aku terlalu gila akan cinta ini. Satu pesanku buat kau yang memukulku tiba-tiba. Jaga dia sebagai kekasihmu. Jangan kau sia-siakan cintanya padamu.”
Reni dan lelaki itu pun berbalik ke arahku lagi.
“Apa? Kekasih? Dia bukan kekasihku. Dia cuma rekan dansa,” elak Reni.
Lelaki itu tertawa kecil. Dia sepertinya meledekku. “Aduh, ternyata kamu telah salah paham. Mungkin karena kaulihat pelukan dan cium pipi tadi. Itu cuma karena kami sangat bahagia dengan pertunjukan tadi. Kami telah lama menyiapkannya dan terasa terbayar sudah,” jelas lelaki itu.
Aku tertunduk malu. Hatiku seakan kembali berbunga.
“Jadi, apakah kamu bisa mengulang pernyataanmu yang tadi?” tanya Reni.
“Baiklah, aku mencintaimu. Maukah kau jadi kekasihku?” ungkapku lebih mantap.
Reni pun kembali berlari ke arahku dan segera merangkulku erat. Aku bahagia sekali. Dekapan ini tak lagi bisu ataupun buta. Depakan ini telah nyata. Reni telah berbaring dalam sandaran cinta yang telah kubangun.
***
Usai kejadian yang sangat membahagiakan hidupku itu. Kami pun berjalan bergandengan keluar dari opera. Lelaki yang menjadi penjaga pintu itu pun masih berdiri gagah di depan pintu. Lalu, dia membukakan pintu lagi saat kami ingin keluar.
Dia tersenyum ke arahku. “Fuad Andrean? Maaf, aku lupa. Tadi, ada sesuatu yang dipersiapkan untukmu dari Non Reni. Ini dia!” ucapnya sembari menyodorkan sebuket bunga dan bertuliskan “FUAD, Lihat aku kalau kamu cinta aku!” pada selembar kertas yang melingkari bunga itu.
Aku tersenyum ke arah Reni. Dia pun membalas senyuman itu.

SELESAI

Gadis Lembayung

Gadis Lembayung
Oleh: Justang Zealotous

Tak perlu kau terduduk dalam hening
Aku kini jauh lebih sepi merenung
Saat semua kisah kita mulai padu
Di antara bebatuan pasir yang menumpuk

Oh gadis, penjaga hati nun jauh
Akankah kisah pilu terulang lagi?
Ilustrasi: Gadis LembayungDalam keheningan hati yang pernah terasa
Tatkala kau tak lagi merunduk puas

Wahai, gadis lembayung
Masihkah kau melilit di dahan tinggi?
Membelit aku dalam parasmu yang tertutup
Kau sebat, aku terkapar

Akan daku memohon lagi
Pada pinta yang kian terpaut
Kau menoreh senyum yang mengerut
Pergi jauh, lupakan kabut

Rabu, 05 Februari 2014

Flash Fiction: Ketika Sawah Bersaksi

KETIKA SAWAH BERSAKSI
Oleh: Justang Zealotous

Rahmah menghempaskan tubuhnya dari kursi kayu dan membuang koran ke lantai setelah membacanya. Wajahnya yang putih bersih berubah merah tomat, napasnya terengah-engah. Dia segera berlari menuju rumah Hamzah, kekasihnya yang tak jauh dari rumah.
“Rahmah, mau ke mana?” tanya ibunya khawatir melihat Rahmah tergesa-gesa.
Rahmah tak membalas tanya ibunya. Dia terus berlari memburu. Matanya yang tak berair pun tak pernah lepas untuk terus menatap ke depan. Tubuhnya terus menerobos jalan di sisi  sawah dengan cepat. Dia tak peduli dengan bebatuan kerikil yang kian menusuk kakinya yang telanjang. Hal terpenting baginya adalah berlari sekencang mungkin.
Langkah kakiknya yang cepat itu terhenti setelah melihat punggung Hamzah. Air mata masih berlinang di wajah syahdu itu sambil membungkuk lelah. Hamzah membalik setelah mendengar embusan napas Rahmah yang begitu jelas mendesah. Sebelum kekata sempat keluar dari bibir pemuda bertubuh tegap itu, Rahmah lalu berlari menghampirinya dan memeluknya erat. Dia tampak sangat gelisah.
“Rahmah, ada apa?” tanya Hamzah heran. Tak biasanya wanita berambut hitam lurus itu bertingkah demikian.
“Zah, jangan ke sawah!” pinta Rahmah masih gelisah.
“Mengapa kau melarang aku ke sawah? Kau pasti malu punya kekasih petani seperti aku, kan? Aku memang petani. Penghasilan tak seberapa. Tapi, aku selalu ada untuk dirimu, mencintaimu.”
“Bukan begitu, Zah.”
“Lalu?”
Bibir Rahmah tetiba kaku. Giginya hanya gemeletuk dan tubuhnya bergetar hebat. Dia terus terdiam dalam lingkaran tanya Hamzah. Lalu, dengan langkah berani, Hamzah mendekap tubuh Rahmah seakan melindunginya bersama dekapan itu.
“Tak perlu khawatir. Aku di sini bersamamu. Nah, aku harus ke sawah sebelum hujan turun,” ucap Hamzah dan segera pergi menjauh ke sawah. Tubuhnya perlahan menghilang menginjaki pematang sawah itu.
Rahmah masih bergeming di tempatnya berdiri. Setelah sadar dari diam yang menusuk, tangisnya kembali pecah dan segera teriak memanggil Hamzah berkali-kali.
“Zah, jangan ke sawah!” pekiknya kencang.
Duar! Sebuah ledakan keras terdengar dari arah sawah. Rahmah semakin gelisah tak karuan. Penduduk desa pun berlarian mencari tahu sumber ledakan itu. Sementara itu, Rahmah menghempas diri ke tanah, dia sadar bahwa berita di koran tentang ranjau yang masih berkeliaran di sawah desa miliknya ternyata benar. Suara ledakan itu pasti hasil dari ranjau tersebut. Dia menyesal karena gagal memperingatkan Hamzah tentang ranjau itu.
Tangis Rahmah meledak-ledak. Dia terus berteriak memanggil nama Hamzah berkali-kali.
“Hamzah, kenapa kau meninggalkan aku?” Suaranya makin terdengar lirih.
Beberapa menit kemudian, sebuah langkah kaki terdengar dari arah sawah. “Aku tak pernah meninggalkanmu, Rahmah,” ucap Hamzah dan segera menghampiri Rahmah.
Rahmah tertegun menatap Hamzah, wajahnya kembali bersinar kebahagian. “Hal ini yang aku khawatirkan, Zah. Cukup ayahku yang menjadi korban ranjau itu.”
Mereka berdua kemudian berpelukan mesra.
“Rahmah, aku memang cuma petani. Tapi, kamu harus tahu, sawah ini pun akan jadi saksi bahwa aku akan selalu mencintaimu. Maukah kau menikah denganku?” tanya Hamzah mantap.
Rahmah tersenyum lepas.
Duar! Ledakan itu kembali terdengar. Sesaat kemudian, petani lainnya dari sawah muncul.
“Eh, maaf! Ledakan itu dari petasan kami. Hamzah yang memesan untuk melamar seseorang. Katanya, sih, biar meriah,” ucap petani itu halus.